Senin, 30 Desember 2019

PASAL PENCURIAN

Pencurian diatur dalam Bab XXII tentang “Pencurian” dari Pasal 362 – Pasal 367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Dalam bab tersebut terdapat berbagai ketentuan mengenai pencurian yang dilakukan dalam berbagai kondisi dan cara.

Pencurian Biasa
Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900-,

Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249) menjelaskan bahwa ini adalah “pencurian biasa”, elemen-elemennya sebagai berikut:

1.    Perbuatan mengambil
Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya.
2.    Yang diambil harus sesuatu barang
Barang di sini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang. Dalam pengertian barang, masuk pula “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.
3.    Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain
4.    Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak)

Apabila semua elemen-elemen di atas terpenuhi, maka pelakunya diancam dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.900,-

Sebagai informasi, ancaman pidana berupa denda sebesar Rp 900,- yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP ini telah disesuaikan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP (“Perma 2/2012”):

Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pidana denda yang diatur dalam Pasal 362 KUHP menjadi paling banyak Rp. 900.000,-

Pencurian Ringan
Jika barang yang diambil harganya tidak lebih dari Rp 2.500.000,- maka ketentuan pidana yang dikenakan adalah Pasal 364 KUHP jo. Pasal 1 dan Pasal 3 Perma 2/2012. Mengenai pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP sebagai berikut:

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 250, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 900.


Sebagai catatan, mengenai harga barang dan besar pidana denda telah disesuaikan berdasarkan Perma 2/2012, yaitu harga barang tidak lebih dari Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan besarnya pidana denda adalah Rp. 900.000,-

Terkait pasal ini, R. Soesilo (hal. 253-253), sebagaimana telah disesuaikan dengan Perma 2/2012, menjelaskan bahwa ini dinamakan pencurian ringan yaitu:
a.    Pencurian biasa (Pasal 362) asal harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000,-
b.    Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih (Pasal 363 sub 4 KUHP), asal harga barang tidak lebih dari Rp 2.500.000,- dan
c.    Pencurian dengan masuk ke tempat barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah, dan sebagainya (Pasal 363 sub 5 KUHP) jika:
1.    Harga tidak lebih dari Rp 2.500.000,- dan
2.    Tidak dilakukan dalam rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya.

Akan tetapi, meskipun harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 2.500.000,- beberapa pencurian di bawah ini tidak dikatakan sebagai pencurian ringan apabila:
a.    Pencurian hewan (yang diatur dalam Pasal 363 ayat 1 KUHP);
b.    Pencurian pada waktu kebakaran dan malapetaka lain;
c.    Pencurian pada waktu malam, dalam rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, oleh orang yang berada di situ tidak dengan setahunya atau kemauan orang yang berhak; dan
d.    Pencurian dengan kekerasan.

Pencurian Hewan (Pencurian dengan Pemberatan)
Pencurian hewan memang termasuk dalam ketentuan Pasal 362 KUHP di atas. Akan tetapi, bagi pencurian hewan tertentu, dapat dianggap sebagai “pencurian dengan pemberatan” yang diatur dalam Pasal 363 KUHP:

(1)  Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1.    pencurian hewan;
2.    pencurian "pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3.    pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4.    pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
5.    pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(2)  Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

R. Soesilo (hal. 251) menjelaskan bahwa yang dimaksud “hewan” di sini adalah semua macam binatang yang memamah biak (kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya), binatang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing, ayam, bebek, angsa itu bukan “hewan” (sebagaimana dimaksud di sini) karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu, dan bukan babi. Pencurian hewan dianggap berat karena hewan merupakan milik seorang petani yang terpenting.


Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa harus dilihat lagi apa yang dicuri dan berapa harga barang yang dicuri tersebut. Jika yang dicuri adalah hewan memamah biak, berkuku satu, atau babi, maka terkena Pasal 363 KUHP. Jika yang dicuri ayam dan harganya lebih dari Rp. 2.500.000,- maka dipidana dengan Pasal 362 KUHP. Akan tetapi jika yang dicuri harganya tidak lebih dari Rp. 2.500.000,- maka dipidana dengan Pasal 364 KUHP.

Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Flora Dianti, S.H., M.H. dari DPC AAI Jakarta Pusat dalam artikel yang berjudul Apa Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti?Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:
a.    benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b.    benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c.    benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d.    benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.    benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti (Ratna Nurul AfiahBarang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14).

Berdasarkan keterangan Anda, dalam pencurian tersebut barang bukti sudah hilang, yang ada hanyalah saksi dan pengakuan dari pelaku. Saksi dan pengakuan dari pelaku merupakan alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

Alat bukti yang sah ialah:
a.    keterangan saksi;
b.    keterangan ahli;
c.    surat;
d.    petunjuk;
e.    keterangan terdakwa.

Untuk dapat membuktikan pelaku bersalah atau tidak, dibutuhkan keyakinan hakim yang didasarkan pada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah bahwa terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut sebagaimana disebut dalam Pasal 183 KUHAP:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”


Dikaitkan dengan kasus yang Anda tanyakan, ini berarti yang dibutuhkan adalah dua alat bukti yang sah (diantaranya keterangan saksi dan terdakwa) yang memberikan keyakinan kepada hakim bahwa memang telah terjadi pencurian tersebut.

Sumber Artiker :
hukumonline.com

Selasa, 17 Desember 2019

SOP PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN BARANG INVENTARIS DINAS

Menurut Sehrawat dan Narang (2001), pemeliharaan adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan standar (fungsional dan kualitas).


Menurut Assauri (2008), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.


Sehubungan dengan keterbatasan Anggaran Pemeliharaan dan Perawatan maka tidak ada salahnya untuk pemeliharaan dilakukan oleh pengguna barang seperti melaksanakan pembersihan, pengecekan rutin dan perawatan ringan apabila pengguna barang mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Apabila dibutuhkan perbaikan atau penggantian sparepart yang tidak dapat dilaksanakan oleh pengguna barang maka dilaksanakan oleh Penyedia Jasa Perawatan/Perbaikan tentunya harus sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan.

Perlem LKPP No. 9 Tahun 2018 : Tim yang dapat membantu PPK dalam melaksanakan tugas-tugas PBJ Khususnya dalam Pemeliharaan dan Perawatan BMN :

1. Tim atau tenaga ahli adalah tim ahli atau perorangan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk memberi masukan dan penjelasan kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terkait dengan keahliannya.Tim Ahli dapat berasal dari penyedia barang Jasa contoh : konsultan

2. Tim teknis adalah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa atau tim yang ditetapkan oleh PA untuk membantu, memberi masukan dan melaksanakan tugas tertentu dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.tenaga yang berasal dari K/L/PD yang membantu secara teknis. Tim teknis terdiri dari ASN baik dari dalam maupun dari luar K/L/PD yang ditugaskan dengan SK atau Surat Perintah.

3. Tim pendukung adalah tim yang dibentuk PPK untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Tim pendukung membantu hal-hal yang bersifat administratif

4. Penyedia Barang/Jasa adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/Jasa berdasarkan Kontrak




Penulis : Brigadir Wawan Riswana ( Baur Logistik Direktorat Samapta Polda Jabar 

Sumber :
1. Perpres 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah
2. Peraturan LKPP No. 9  tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui penyedia
3. www.google.com



Kamis, 12 Desember 2019

TUJUAN, FUNGSI JENIS DAN KEGIATAN PERAWATAN


Tujuan, Fungsi, Jenis dan Kegiatan Perawatan (Maintenance)
Ditulis oleh Muchlisin Riadi  Sabtu, 06 Juli 2019  
Apa itu Perawatan? 
Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) adalah serangkaian aktivitas untuk menjaga fasilitas dan peralatan agar senantiasa dalam keadaan siap pakai untuk melaksanakan produksi secara efektif dan efisien sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan berdasarkan standar (fungsional dan kualitas).
Istilah pemeliharaan berasal dari bahasa Yunani yaitu terein yang artinya merawat, menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan merupakan sistem yang terdiri dari beberapa elemen berupa fasilitas (machine), penggantian komponen atau sparepart (material), biaya pemeliharaan (money), perencanaan kegiatan pemeliharaan (method) dan eksekutor pemeliharaan (man).

Berikut definisi dan pengertian pemeliharaan atau perawatan dari beberapa sumber buku:

  • Menurut Kurniawan (2013), pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima. 
  • Menurut Sehrawat dan Narang (2001), pemeliharaan adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan standar (fungsional dan kualitas).
  • Menurut Assauri (2008), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
  • Menurut Harsanto (2013), pemeliharaan adalah serangkaian aktivitas untuk menjaga agar fasilitas atau peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
  • Menurut Heizer dan Render (2011), pemeliharaan adalah mencakup semua aktivitas yang berkaitan dengan menjaga semua peralatan sistem agar dapat tetap bekerja.
  • Menurut Manzini (2010), perawatan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimisasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan.
Tujuan Perawatan 
Perawatan merupakan sebuah langkah pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan biaya perawatan. Menurut Assauri (2008), tujuan perawatan atau pemeliharaan adalah sebagai berikut:
  1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi. 
  2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi tidak terganggu.
  3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut. 
  4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya. 
  5. Menghindari kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja. 
  6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang rendah.

Sedangkan menurut Ansori dan Mustajib (2013), perawatan atau pemeliharaan memiliki tujuan sebagai berikut:
  1. Pemakaian fasilitas produksi lebih lama.
  2. Ketersediaan optimum dari fasilitas produksi. 
  3. Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan pada saat pemakaian darurat. 
  4. Menjamin keselamatan operator dan pemakaian fasilitas. 
  5. Membantu kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya.
  6. Mendukung pengurangan pemakaian dan penyimpanan yang di luar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan. 
  7. Melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien agar tercapai tingkat biaya perawatan serendah mungkin (lowest maintenance cost). 
  8. Kerja sama yang kuat dengan fungsi-fungsi utama dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Fungsi Perawatan 
Perawatan secara umum berfungsi untuk memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi. Menurut Ahyari (2002), fungsi perawatan adalah sebagai berikut:
  1. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang.
  2. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancar.
  3. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan.
  4. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula.
  5. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan.
  6. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan bahan baku dapat berjalan normal.
  7. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik.

Jenis-jenis Perawatan 
Menurut Prawirosentono (2009), perawatan terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Planned maintenance (perawatan yang terencana) 
Planned maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan terlebih dahulu. Pemeliharaan perencanaan ini mengacu pada rangkaian proses produksi. Planned maintenance terdiri dari:
  1. Preventive maintenance (perawatan pencegahan). Preventive maintenance adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dalam periode waktu yang tetap atau dengan kriteria tertentu pada berbagai tahap proses produksi. Tujuannya agar produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. 
  2. Scheduled maintenance (perawatan terjadwal). Scheduled Maintenance adalah perawatan yang bertujuan mencegah terjadinya kerusakan dan perawatannya dilakukan secara periodik dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu perawatan ditentukan berdasarkan pengalaman, data masa lalu atau rekomendasi dari pabrik pembuat mesin yang bersangkutan. 
  3. Predictive maintenance (perawatan prediktif). Predictive maintenance adalah strategi perawatan di mana pelaksanaanya didasarkan kondisi mesin itu sendiri. Perawatan prediktif disebut juga perawatan berdasarkan kondisi (condition based maintenance) atau juga disebut monitoring kondisi mesin (machinery condition monitoring), yang artinya sebagai penentuan kondisi mesin dengan cara memeriksa mesin secara rutin, sehingga dapat diketahui keandalan mesin serta keselamatan kerja terjamin. 
b. Unplanned maintenance (perawatan tidak terencana) 
Unplanned maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa adanya tahap kegiatan proses produksi yang tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak. Dalam hal ini perlu dilakukan kegiatan pemeliharaan atas mesin secara tidak berencana. Unplanned maintenance terdiri dari:
  1. Emergency maintenance (perawatan darurat). Emergency maintenance adalah kegiatan perawatan mesin yang memerlukan penanggulangan yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan akibat yang lebih parah. 
  2. Breakdown maintenance (perawatan kerusakan). Breakdown maintenance adalah pemeliharaan yang bersifat perbaikan yang terjadi ketika peralatan mengalami kegagalan dan menuntut perbaikan darurat atau berdasarkan prioritas.
  3. Corrective maintenance (perawatan penangkal). Corrective maintenance adalah pemeliharaan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. Misalnya: terjadi kekeliruan dalam mutu/bentuk barang, maka perlu diamati tahap kegiatan proses produksi yang perlu diperbaiki (koreksi).

Kegiatan-kegiatan Perawatan 
Menurut Tampubolon (2004), kegiatan-kegiatan perawatan dalam suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi (inspection) 
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi, adan berusaha untuk mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.
b. Teknik (engineering) 
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.
c. Produksi (production) 
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan servis dan perminyakan (lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.
d. Administrasi (clerical work) 
Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan. waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yang tersedia di bagian pemeliharaan.
e. Bangunan (housekeeping) 
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.


Sumber : gitacahyani97.blogspot.com 
Daftar Pustaka
  • Kurniawan, Fajar. 2013. Manajemen Perawatan Industri: Teknik dan Aplikasi Implementasi Total Productive Maintenance (TPM), Preventive Maintenance dan Reability Centered Maintenance (RCM). Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Sehrawat,M.S dan Narang,J.S. 2001. Production Management. Nai sarak: Dhanpahat RAI Co.
  • Assauri, Sofyan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Harsanto, Budi. 2013. Dasar Ilmu Manajemen Operasi. Bandung: UNPAD.
  • Heizer, Jay dan Render, Barry. 2011. Manajemen Operasi Buku Kedua. Jakarta: Salemba Empat.
  • Manzini, R. 2010. Maintenance for Industrial Systems. London: Springer.
  • Ansori,N. dan Mustajib,M.I. 2013. Sistem perawatan Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi - Pengendalian Produksi. Yogyakarta: BPFE.
  • Prawirosentono, Suyadi. 2001. Manajemen Operasi. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Tampubolon, P. Manahan. 2004. Manajemen Operasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.